Kamis, 07 Juli 2011

Sejarah Musik bambu Wongkai





Musik bambu sudah merupakan musik yang digunakan orang Minahasa turun temurun, demikian juga dengan para seniman Wongkai mewarisinya dari generasi ke generasi. Musik ini digunakan secara khusus pada acara perayaan.
Grub Musik Bambu Wongkai era sesudah kemerdekaan Indonesia lebih mengalami kemajuan nanti tahun 1963, sesudah kembalinya penduduk dari pengungsian. Bapak (alm) JUSTUS PASUHUK seorang guru musik mengusahakan secara serius dan melatih para seniman tradisional. Tahun 1970 Musik bambu diperbarui dengan Musik bambu Seng. Sedangkan Musik bambu meluluh digunakan untuk melatih anak2 di SD GMIM Wongkai. Musik bambu kemudian diperbarui mulai menggunakan Klarinet pada tahun 1996.
Para pelatih musik bambu di Wongkai sejak tahun 1963 berturut-turut adalah Bpk Yustus Pasuhuk, Bpk.Herman Wohos, Bpk.Yong Kapahang, Bpk.Rolly Ruata, Bpk.Hein Kaseke, Sdr.Sandri Tanauma. Para Pimpinan grub musik ini berturut-turut adalah : Bpk. Matheos Wohos (1963-1970), Bpk.Arthemas Rolos (1970-1975), Bpk.Hendrik Rolos (1975-1980), Bpk.Welly Sahensolar (1980-1985), Bpk.Julius J.Manoppo (1986-1988), Bpk.Welly Anthonius Kosakoy (1988-2001), Bpk.Jelly F.Oping (2001-2004), Bpk.Jiens E.Antou (2004-2005), Bpk.Daniel L.Sandag (2005-2010).

PRESTASI NASIONAL (REKORD MURI)

Berbagai prestasi telah diraih oleh grub Musik Bambu Wongkai baik tingkat Kabupaten dan Provinsi. Bahkan turut berpartisipasi saat pemecahan rekord MURI Musik Bambu Terbanyak. Bapak Brigjen Pol Benny Mamoto yang juga sebagai Pimpinan Institut Seni Budaya Sulut berkunjung ke desa Wongkoi sudah kedua kalinya karena beliau mengenal desa ini dengan baik karena Desa Wongkay yang pernah mendapat juara Musik Bambu pada waktu kegiatan apresiasi budaya secara massal di Tondano.
Kolintang, alat musik merdu yang tumbuh dan berkembang di Minahasa, Sulawesi Utara tersebut, berhasil dicatatkan ke dalam buku rekor dunia, The Guiness Book World of Records. Pada hari Sabtu (31/10) lalu, musik kolintang beserta musik bambu lainnya dimainkan secara massal oleh lebih dari 3000 orang di Stadion Maesa, Tondano, Sulawesi Utara. Selain pertunjukan musik massal, juga dipamerkan perangkat kolintang dan musik bambu yang berukuran raksasa.

Sertifikat pengakuan dari Guiness World Records (GWR) diserahkan oleh perwakilan lembaga tersebut, Lucia Sinigagliesi, kepada penyelenggara acara, Benny J Mamoto, Direktur Institut Seni Budaya Sulawesi Utara. Sertifikat selanjutnya diserahkan kepada Bupati Minahasa, Vreeke Runtu. Di dalam acara tersebut, Lucia Sinigagliesi mengungkapkan, hasil penelitian tim GWR yang berkantor di London, Inggris, menunjukkan bahwa instrumen, melodi, dan irama kolintang dan musik bambu di Indonesia belum ada yang menyamai di dunia. GWR mencatat kolintang dan musik bambu sebagai wujud seni tradisi yang menakjubkan dunia.

Sebelum diadakan penyerahan sertifikat, dilakukan penghitungan terhadap jumlah pemain dan ukuran perangkat yang disyaratkan oleh GWR. Para pemain pun mempersembahkan lagu “Aki Tembo-temboan” dan “Minahasa Kina Toanku” dengan iringan kolintang serta lagu “Mangemo Sako” dengan iringan musik bambu.

Hasil penghitungan tim GWR dan Institut Seni Budaya Sulawesi Utara menunjukkan, jumlah pemain musik bambu dan perangkatnya melebihi dari yang dipersyaratkan, jumlah pesertanya bahkan mencapai 3011 orang. Jumlah yang dipersyaratkan sendiri adalah minimal 1000 orang untuk musik bambu.

Pergelaran musik bambu kolosal yang melibatkan 2.155 pemusik dari 47 grup musik bambu di Sulawesi Utara (Sulut), yang diadakan pada Sabtu (7/9) malam, masuk dalam catatan Museum Rekor Indonesia (MURI).

Penampilan musik tradisional khas daerah Minahasa itu sangat luar biasa dan mereka patut mendapat penghargaan tersebut, kata Ketua MURI, Jaya Suprana, kepada para wartawan seusai pergelaran di Stadion Klabat, Manado itu.
Menurut Jaya, pergelaran musik bambu kolosal itu telah memenuhi tiga syarat sehingga bisa dimasukkan ke dalam catatan bergengsi tersebut. Tiga syarat itu adalah melibatkan ribuan pemusik, mempunyai keunikan dan merupakan pergelaran musik bambu kolosal pertama di Indonesia.
"Musik bambu ini masuk dalam kategori musik tradisonal dalam jumlah kolosal," kata Jaya. Wongkai turut berpartisipasi mengangkat seni musik tradisional tersebut ke tingkat nasioal bahkan internasional.
Wongkai memiliki banyak seniman musik tradisional daerah dan itu merupakan tantangan bagi generasi muda untuk mempertahankan, melestarikan dan mengembangkan musik tradisonal mereka.